Peluang untuk cowok di atas ga begitu besar.

Jadi, ada seorang patologis yang lagi down banget dari Texas, namanya Beck Weathers tapi dia punya obsesi sama mendaki gunung.

Jadi dia putuskan untuk ikutan ekspedisi ke Gunung Everest tahun 1996, berharap bisa menaklukkan puncak tertinggi di dunia dan satu dari Seven Summits gitu.

Dia ga terlalu peduli sama keluarganya atau pernikahannya yang udah retak. Dia cuma pengen merasakan hidup.

Tapi semua ga berjalan seperti yang dia rencanain.

Tanggal 10 Mei, dia sampe di Balcony, titik sekitar 27.000 kaki di atas permukaan laut, dan baru sadar kalo dia buta.

Dia udah operasi buat membetulkan penglihatannya, tapi efeknya malah memburuk pas di ketinggian tinggi dan mata dia kena radiasi ultraviolet.

Dia ga bisa liat apa-apa.

Pemandunya, Rob Hall, bilang ke dia buat nunggu disana sampai dia balik dari puncak dengan klien lain.

Tapi Hall ga pernah balik. Dia meninggal di gunung, bersama beberapa pendaki lain yang kejebak badai salju.

Weathers tinggal sendirian di Balcony, kedinginan dan tanpa harapan.

Pendaki lain, Michael Groom, coba bantu dia turun, tapi mereka nyasar di badai dan terpisah dari kelompok lain.

Mereka muter-muter berjam-jam, sampe akhirnya nemu tenda kecil sama beberapa orang lain yang selamat.

Tapi Weathers terlalu lemah dan hipotermia buat lanjut. Dia ditinggal bersama empat orang lain, sementara Groom dan beberapa Sherpa pergi minta bantuan. Mereka pikir dia bakal mati juga.

Ternyata mereka salah.

Weathers somehow bangun dari komanya dan melangkah keluar dari tenda. Dia penuh dengan radang beku dan hampir tak sadarkan diri, tapi dia masih punya keinginan kuat buat hidup.

Dia jalan berjam-jam di salju, ngikutin suara-suara sampai dia sampe di Camp IV, di mana dia bikin kaget semua orang dengan penampilannya.

Dia masih hidup, tapi cuma setengah sadar. Dia harus diangkut dengan helikopter dari gunung dan dibawa ke rumah sakit di Kathmandu, di mana dia menjalani beberapa operasi buat memotong jari-jarinya dan hidungnya. Dia juga kehilangan sebagian kaki dan pipinya.

Tapi dia ga kehilangan semangatnya. Dia pulang ke Texas dan bersatu kembali dengan istri dan anak-anaknya, yang udah dikasih kabar kalo dia udah mati.

Dia putuskan buat memperbaiki hubungan dan hidupnya. Dia nulis buku tentang pengalamannya dan jadi pembicara motivasi.

Dia juga belajar buat menghargai keindahan hidup dan alam tanpa harus mendaki gunung.

Dia bilang: “Aku udah ga butuh Everest lagi.”


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *