Adalah Ben L. Salomon yang merupakan seorang dokter gigi militer selama Perang Dunia ke-2. Pada bulan Juni 1944 dia menawarkan diri untuk menggantikan seorang dokter bedah karena tenaga seorang dokter gigi tidak terlalu dibutuhkan saat pertempuran dimana neraka dunia terjadi.

Jenderal Saito dari pihak Jepang, setelah menderita banyak korban jiwa dan terdorong mundur jauh ke belakang, memerintahkan tentaranya yang tersisa 3000–5000 orang untuk melanjutkan serangan kepada pasukan Amerika dan mati dengan hormat. Di luar tenda medis Kapten Salomon melihat seorang prajurit Jepang membayonet sejumlah tentara yang terluka. Dia mengambil senapan dan membunuh prajurit itu lalu kembali ke tenda untuk merawat yang terluka di dalam. Pada titik itu garis pertahanan tertembus, tanpa diketahui oleh Salomon, dan dua prajurit Jepang lainnya berlari masuk ke dalam tenda. Salomon mementung keduanya dengan senapan, lalu menembak satu dan membayonet yang lain. Empat lagi prajurit Jepang datang ke tenda. Dia tembak satu, bayonet yang lain, tikam satu lagi dengan pisau, dan menanduk yang keempat, sehingga salah satu prajurit yang terluka bisa menembaknya. Menyadari gentingnya situasi, dia memerintahkan tenaga medis untuk mengevakuasi yang terluka. Sementara itu dia tinggal untuk memberikan perlindungan bagi para prajurit yang berevakuasi.

Saat pasukan militer merebut kembali area itu 15 jam kemudian, mereka menemukan jasad Kapten Salomon di atas sebuah senapan mesin dengan 76 luka tembakan dan bayonet (autopsi menunjukkan bahwa 24 di antaranya ditimbulkan sebelum kematian). 98 jasad prajurit Jepang bertumpukan di depan posisinya. Berdasarkan jejak darahnya, Kapten Salomon memindahkan senapan mesin itu empat kali untuk menjaga ruang tembak yang terhalang tumpukan jasad.

Ben L. Salomon bisa dibilang adalah perwujudan “Maju dalam Api Kemenangan”.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *