Bom Bali pada 12 Oktober 2002 silam.
Ledakan dahsyat yang merenggut nyawa 202 jiwa, dan 209 orang terluka ini, nyaris saja menjadi kejahatan yang sempurna.
Para pelakunya, telah merencanakannya dengan matang. Mendekati sempurna.
Beberapa pekan, setelah kejadian, tim investigasi gabungan dari Kepolisian Indonesia dan Polisi Asing, tak kunjung menemukan titik terang, siapa gerangan dalang dibalik serangan teror paling mematikan dalam sejarah Indonesia ini.
Di lokasi ledakan yang porak poranda, di antara reruntuhan bangunan Sari Club dan Paddy’s Club, polisi mencurigai sebuah mobil minibus. Mitsubishi L-300. Wujudnya sudah tidak berbentuk. Mobil ini teronggok, persis di titik pusat ledakan di Jalan Legian.
Polisi hendak melacak, siapa pemilik mobil itu. Tetapi, ada ratusan ribu mobil jenis ini yang masih beroperasi di Indonesia. Untuk melacak siapa pemiliknya, hanya bermodal merek mobil saja, itu sama saja seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Makanya, polisi perlu menelisik nomor rangka dan nomor mesinnya. Berdasarkan nomor rangka dan nomor mesin, polisi akan lebih mudah mendapat jejak, siapa pemilik kendaraan tersebut. Kalau pun telah berpindah tangan, polisi masih bisa menelusuri dari riwayat mutasinya.
Berangkat dari sinilah, polisi berharap dapat mengungkap, apakah pemilik mobil itu berkaitan dengan dalang pemboman berdarah itu.
Tetapi mobil itu nyaris tak berwujud. Mesin dan rangkanya hancur berserak.
Polisi terpaksa mengais-ngais barang dan benda di sekitar mini bus tersebut. “Pasir pun diayak hanya untuk mendapatkan bagian-bagian dari mobil ini,” kata Kepala Laboratorium Forensik Polri saat itu, Dudon Satiaputra. Serpihan mesin mobil ini, bahkan ada yang sampai terlempar di atap bangunan di sebelahnya.
Dari serpihan yang terkumpul, polisi kemudian menyusun kembali rangka mesinnya—seperti menyusun sebuah puzzle.
Berhasil!
Tetapi, tim investigasi kecele. Tak ada deretan nomor yang terbaca di rangka yang telah disusun ulang itu. Deretan nomornya telah dihapus. Digosok dengan gerinda. Seperti sebuah kesengajaan: untuk menghilangkan jejak.
Polisi sadar, mereka sedang berhadapan dengan pelaku kejahatan yang cerdik. Polisi makin yakin, pemilik mobil terkait dengan peristiwa peledakan ini.
Polisi tak hilang akal.
Berbekal pengalaman mengidentifikasi mobil curian, polisi menempuh metode re-etching. Sebuah teknik memunculkan ukiran pada lempeng logam, dengan menggunakan cairan kimia tertentu. Cairan kimia ini asli racikan Polri sendiri.
Setelah berhari-hari berkutat dengan teknik ini, upaya polisi menampakkan hasil. Bayangan nomor mesin timbul dalam bentuk citra. Pemunculannya hanya sesaat, cuma sekitar 20 detik. Dan setelah itu, akan menghilang begitu cairan mengering. Karena itulah, pada saat dioles, mereka telah bersiaga dengan kamera.
Terlambat difoto, nomor itu tak tidak muncul kembali.
Hasil foto menunjukkan deretan nomor: B 001230!
Berbekal temuan nomor rangka mesin ini, polisi menelusuri jenis, tipe dan siapa pemiliknya. Mobil kapasitas 1.400 cc ini hasil rakitan tahun 1983. Dalam penelusuran selanjutnya, polisi mendapatkan nomor plat mobil tersebut: DK 1324 DS, lengkap beserta nama pemilik, dan pembeli akhirnya.
Dan akhirnya, 5 Oktober atau lebih 3 pekan setelah kejadian bom dahsyat itu, polisi menangkap salah satu pelaku Bom Bali yang bernama Amrozi, di Jawa Timur.
Dari mulut Amrozy, polisi akhirnya bisa menangkap pelaku-pelaku lain, beserta jaringan yang mendukung aksi ini. Berturut-turut kemudian, polisi menangkap Imam Samudra, Ali Ghufron, Ali Imron serta beberapa pelaku terkait lainnya, termasuk mengungkap keterlibatan warga Malaysia, Dr. Azhari dan Nurdin M. Top.
Tepat pada 9 November 2008 silam, Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron menghadapi regu tembak di Nusakambangan, atas kejahatannya yang nyaris sempurna itu.

Sumber Berita: https://thegazettengr.com
Tinggalkan Balasan